Sunday, 21 July 2013

Dari Arsitektur Tradisional Menuju Arsitektur Indonesia

            Salah satu khasanah budaya yang menonjol adalah bangunan tradisional dengan bentuk arsitektur yang sangat beragam. Bukan saja keindahan arsitekturnya, tetapi juga kebudayaan tradisional daerah yang melatarbelakanginya. Kemanunggalan rumah dan budayanya terwujud dalam arsitektur yang menyatu dengan segenap aktivitas kehidupan manusia yang dipaparkannya.

1.1        Arsitektur Tradisional
Proses pewarisan arsitektur tradisional telah mengalami stagnasi yang ‘generasi penerus. Yang terpenting adalah menyadarkan masyarakat akan makna dan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam karya tradisional itu.
Di masa lalu arsitektur tradisional merupakan bagian dari kebijakan dan kearifan pembangunan ruang hidup masyarakatnya. Keberadaannya lekat dengan hidup keseharian masyarakat tradisional yang masih menganut tata kehidupan kolektif. Adakeserasian dan keselarasan antara makro kosmos (alam semesta) dan mikro kosmos (bangunan) yang harus selalu dipelihara. Oleh karena itu, para arsitek tradisional sangat menghormati dan menghargai alam dengan menciptakan karya-karya arsitektur yang sarat berwawasan lingkungan.
Arsitektur tradisional juga mengalami proses pembaharuan, yang berawal semenjak terjalinnya hubungan antara kerajaan di Jawa dengan berbagai kerajaan di Nusantara. Dari segi arsitektur perubahn terbatas pada ragam hias rumah-rumah tradisional. Belanda menampakkan bukti besarnya pengaruh arsitektur barat pada keseluruhan bentuk arsitektur tradisional di berbagai wilayah budaya. Pembaharuan tata ruang dalam yang disesuaikan dengan dinamika kehidupan modern, membuat bangunan tradisional tetap menjadi tempat bernaung yang nyaman bagi penghuninya.
Keharusan berkomunikasi dengan bangsa dan budaya asing telah membawa perubahan mendasar dalam desain arsitektur tradisional yang otentik. Kedatangan tamu asing membutuhkan ruang tambahan, karena rumah adat hanya diperuntukkan bagi kehidupan pribadi penghuninya, serta sanak keluarga sekaum. Oleh karena itu, lahirlah ruang tamu berupa serambi disisi depan rumah, untuk kebersihan dan kesehatan lahirlah dapur. Proses pembaharuan berlanjut hingga kini, dalam upaya mencari bentuk yang selaras dengan pola kehidupan masyarakatnya.

1.2        Pariwisata Budaya
Sejak awal kemerdekaan perkembangan arsitektur tradisional mengalami stagnasi, akibat arus modernisasi yang menghanyutkan kesadaran budaya masyarakat. Dicanangkannya Pariwisata Budaya di tahun 70-an memberikan andil besar bagi berkembangnya arsitektur tradisional di berbagai daerah tujuan wisata. Konsep dasar pariwisata budaya memang dimaksudkan untuk menyelamatkan segala bentuk kebudayaan lama dari kepunahan, termasuk di dalamnya seni bangunan tradisional.
Kebangkitan arsitektur tradisional mengingatkan akan jati diri dan identitas budaya (cultural identity) yang terlupakan. Masyarakat diberbagai wilayah budaya berusaha membangun/ memperbaiki rumah tradisional yang disesuaikan dengan tata nilai kehidupan masa kini.

1.3        Langkah Pelestarian
Sejarah kebudayaan Bali menunjukkan kemampuan adat dan agama Hindu Bali dalam merencanakan nilai-nilai baru yang berakulturasi dengan tata nilai tradisi yang dipertahankan. Kerjasama para pemangku adat, pemuka agama serta pemerintah daerah tertentu sangat dibutuhkan dalam menetapkan konservasi.
Langkahnya, pertama dilakukan pemugaran pura-pura utama diseluruh Bali. Selanjutnya gedung-gedung pemerintahan dibangun dengan struktur modern dipadukan nuansa arsitektur tradisional.Setelah itu dimulailah pemugaran desa-desa tradisional serta pembinaan rumah-rumah tradisional, yang senantiasa berpedoman pada Tri Hita Karana.
Pada wilayah budaya di mana adat dan kepercayaan lama tetap hidup ditengah masyarakat pendukungnya, dapat dipastikan arsitektur tradisional tidak akan punah. Demikian halnya dengan arsitektur Toraja. Tana Toraja tidak akan kehilangan tongkonannya, karena kuatnya pengaruh adat dan kepercayaan Alluk Todolo. Rasa memiliki (sense of belonging) yang sangat dalam adalah kunci ketahanan budaya masyarakat Toraja dari gerusan zaman.
Tetap berdirinya tongkonan menjadi kebanggaan sekaligus pengakuan terhadap rumpun keluarga pendirinya. Bagi orang Toraja kewajiban memelihara keutuhan tongkonan sama dengan memelihara orang tua. Pada kantong-kantong kebudayaan yang sudah sedemikian mantap dan utuh seperti Bali dan Toraja, upaya pelestarian dan pengembangan arsitektur tradisional akan lebih mudah dijalankan.
Berbeda dengan suku Minangkabau dan Bugis Makasar yang sangat dipengaruhi masuknya agama Islam, sehingga dengan cepat merasuki kebudayaan asli serta menggeser nilai-nilai tradisi dan kepercayaan lama. Aturan adat yang terbukti membentuk kebudayaan yang mulai ditinggalkan. Rumah Gadang dan Balai Adat kehilangan fungsinya sebagai tempat musyawarah kaum, sehingga system kemasyarakatan menjadi pincang.
Kemudian para pemuka adat dan agama bersepakat untuk mengembalikan budaya tersebut. Era reformasi merupakan momentum terbaik untuk mengembalikan lembaga pemerintahan adat yang selama 30 tahun bungkam. Otonomi daerah memudahkan para pemuka adat memfungsikan lembaga Keaparatan Adat Nagari. Pemerintah daerah pun mewajibkan setiap bangunan di jalan-jalan utama provinsi Sumatera Barat menampilkan citra arsitektur Minangkabau.

1.4        Modernisasi
Perkembangan zaman merupakan proses modernisasi yang harus diterima kehadirannya. Akan tetapi modernisasi merupakan salah satu hal yang dapat menggugurkan tata nilai tradisi budaya bangsa. Oleh karena itu, nilai-nilai hakiki yang harus dipertahankan sedangkan nilai-nilai baru direncanakan dan diakrabkan dengan apa yang telah membudaya di masyarakat. Dengan cara itu pembaharuan dapat tetap berakar pada nilai-nilai luhur yang diwariskan oleh para arsitekturnya dan akan meingkatkan ke arah penyempurnaan.

1.5        Arsitektur Indonesia
Lahirnya arsitektur tradisional yang modern tidak dapat direncanakan. Namun, upaya ke arah itu dapat dilakukan dengan memperhatikan kondisi sosial budaya setempat. Membina kesadaran masyarakat di setiap wilayah budaya tidak akan sama caranya, karena sangat bergantung pada adat istiadat dan kepercayaan yang melatarbelakangi wujud arsitekturnya dan juga hendaknya diwariskan dari generasi kegenerasi. Dalam proses pewarisan budaya, hakikat tradisi harus dikaji menurut tata nilai tradisi, agar pengertian tradisi tidak sempit bagi tata kehidupan yang lebih luas. Apabila kearifan tradisional disetiap wilayah budaya dapat diwariskan dan diajarkan mendampingi pengetauan modern, hal ini akan member corak keindonesiaan asli.
Kebudayaan akan terus berkembang mengikuti perkembangan zamannya. Karenanya dalam tatana nilai-nilai tradisi yang melatarbelakangi arsitektur tradisional terpendam berbagai kebijaksanaan dan suri tauladan yang menjadi kunci bagi upaya pengembangan arsitektur di Indonesia.
Arsitektur tradisional yang otentik biarlah jadi bagian dari sejarah arsitektur Indonesia, seperti halnya arsitektur candi dari era klasik Hindu-Budha. Yang dibutuhkan saat ini adalah bentuk arsitektur tradisional yang modern, tetapi tetap mengacu pada kearifan tradisi yang hakiki. Sekaligus berpedoman pada norma-norma kehidupan serta adat istiadat masyarakat pendukungnya. Untuk itu sangat dibutuhkan kecermatan cita rasa seni serta pemahaman budaya bangsa seutuhnya. Dengan demikian arsitektur tradisional dari semua suku bangsa yang mampu tumbuh dan berkembang serta tetap diterima oleh masyarakat pendukung kebudayaan tersebut – itulah wajah arsitektur Indonesia.

Menurut Prof. Ir. Eko Budihardjo, M.Sc. dalam buku ‘Arsitektur & Kota Di Indonesia’. Masalah penggalian, pencarian dan pengungkapan Arsitektur Indonesia yang cocok dan tepat guna untuk masyarakat Indonesia merupakan masalah klasik yang tetap aktual untuk dibicarakan sampai kapan pun.
Berdasarkan beragam pandangan dan pendapat arsitek ternama Indonesia, barangkali kita semua (tidak hanya arsitek dan planolog) perlu ‘menggali kapak peperangan’ untuk membenahi segala kekisruhan dan kesemrawutan dalam system kehidupan masyarakat kita terlebih dahulu, agar kemudian dapat tercipta dengan sendiri arsitektur dan kota yang memiliki kepribadian dan karakter yang spesifik. Andaikata kita semua mulai menajamkan mata, telinga dan perasaan kita terhadap denyut nadi masyarakat yang berdetak, dan kita jadikan semua itu sebagai pertimbangan utamadalam setiap perumusan kebijakan, perencanaan dan program, harapan tersebut tidak mustahil akan menjadi kenyataan.

2.2  Analisis
            Melihat budaya nusantara yang beragam terutama pada arsitektur tradisionalnya sangat disayangkan jika semua itu perlahan menghilang, oleh karena itu sangatlah penting perhatian kita terhadap perkembangan arsitektur tradisional pada setiap perkembangan zaman. Dan yang dibutuhkan tidak hanya sekedar perhatian saja, melainkan aksi atau tindakan langsung yang dapat menonjolkan kembali arsitektur tradisional itu sendiri.
            Pada era sekarang marak sekali dibicarakan aksi go green  begitu juga yang telah terjadi di dunia arsitektur yang kemudian memunculkan istilah arsitektur hijau dimana mereka menonjolkan pemanfaatan material bangunan yang se-efektif mungkin dan berusaha menggunakan kembali bahan-bahan bangunan lama yang masih layak pakai.
            Akan tetapi, Indonesia sesungguhnya telah memperhitungkan masalah kebaikan bagi alam dalam pembangunan sejak zaman dahulu. Jika kita melihat bangunan tradisional Nusantara, itu sangat ramah lingkungan dan bisa dimasukkan kedalam bagian dari arsitektur hijau itu sendiri. Oleh karena itu, perlunya pelestarian kembali bangunan tradisional yang lebih mencitrakan Indonesia sendiri serta dapat disesuaikan dengan perkembangan zaman.
            Pelestarian arsitektur tradisional ini tidak hanya menghidupkan budaya Indonesia saja akan tetapi juga dapat menjadi pariwisata budaya yang dapat membangkitkan arsitektur tradisional dan mengembalikan jati diri serta identitas bangsa yang terlupakan.
            Pada proses modernisasi arsitektur tradisional ini tidaklah menjadi suatu hambatan, karena didalamnya terdapat nilai-nilai luhur yang diwariskan dan dapat dipertahankan sedangkan nilai-nilai baru dapat dicerna dan diakrabkan kedalamnya. Hal inilah yang menjadi wajar arsitektur Indonesia yang modern dengan arsitektur tradisionalnya sendiri, dan itu akan tetap terjaga jika kita tidak pernah melupakan arsitektur tradisional kita sendiri dan tidak juga meninggalkan perkembangan-perkembangan zaman.



BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

            Indonesia sudah memiliki semua yang dibutuhkan oleh bangsanya, hanya saja bangsanya sendiri yang kurang memahami Indonesia. Kekayaan Indonesia khususnya disunia arsitektur sangatlah beragam dan itu semua mencitrakan ke elokkan negeri ini serta memberi kenyamanan bagi bangsanya. Oleh karena itu, pengaplikasian arsitektur tradisional pada arsitektur modern dirasa sangat penting dan itu semua tidak akan membuat kita tidak mengikuti perkembangan zaman, akan tetapi menjadikan perkembangan zaman sebagai wadah pengembangan arsitektur tradisional. Hal inilah yang akan menjadi wajah arsitektur Indonesia sendiri.

sumber:  
Soeroto, Myrtha. 2002. Dari Arsitektur Tradisional Menuju Arsitektur Indonesia.
Jakarta: Ghalia Indonesia.
Budhihardjo, Eko. 2004. Arsitektur & Kota Di Indonesia. Bandung: P.T. Alumni. 

No comments:

Post a Comment