Salah satu khasanah budaya yang
menonjol adalah bangunan tradisional dengan bentuk arsitektur yang sangat
beragam. Bukan saja keindahan arsitekturnya, tetapi juga kebudayaan tradisional
daerah yang melatarbelakanginya. Kemanunggalan rumah dan budayanya terwujud
dalam arsitektur yang menyatu dengan segenap aktivitas kehidupan manusia yang
dipaparkannya.
1.1
Arsitektur Tradisional
Proses
pewarisan arsitektur tradisional telah mengalami stagnasi yang ‘generasi
penerus. Yang terpenting adalah menyadarkan masyarakat akan makna dan
nilai-nilai luhur yang terkandung di dalam karya tradisional itu.
Di
masa lalu arsitektur tradisional merupakan bagian dari kebijakan dan kearifan
pembangunan ruang hidup masyarakatnya. Keberadaannya lekat dengan hidup
keseharian masyarakat tradisional yang masih menganut tata kehidupan kolektif.
Adakeserasian dan keselarasan antara makro kosmos (alam semesta) dan mikro
kosmos (bangunan) yang harus selalu dipelihara. Oleh karena itu, para arsitek
tradisional sangat menghormati dan menghargai alam dengan menciptakan
karya-karya arsitektur yang sarat berwawasan lingkungan.
Arsitektur
tradisional juga mengalami proses pembaharuan, yang berawal semenjak
terjalinnya hubungan antara kerajaan di Jawa dengan berbagai kerajaan di
Nusantara. Dari segi arsitektur perubahn terbatas pada ragam hias rumah-rumah
tradisional. Belanda menampakkan bukti besarnya pengaruh arsitektur barat pada
keseluruhan bentuk arsitektur tradisional di berbagai wilayah budaya.
Pembaharuan tata ruang dalam yang disesuaikan dengan dinamika kehidupan modern,
membuat bangunan tradisional tetap menjadi tempat bernaung yang nyaman bagi
penghuninya.
Keharusan
berkomunikasi dengan bangsa dan budaya asing telah membawa perubahan mendasar
dalam desain arsitektur tradisional yang otentik. Kedatangan tamu asing
membutuhkan ruang tambahan, karena rumah adat hanya diperuntukkan bagi
kehidupan pribadi penghuninya, serta sanak keluarga sekaum. Oleh karena itu, lahirlah
ruang tamu berupa serambi disisi depan rumah, untuk kebersihan dan kesehatan
lahirlah dapur. Proses pembaharuan berlanjut hingga kini, dalam upaya mencari
bentuk yang selaras dengan pola kehidupan masyarakatnya.
1.2
Pariwisata Budaya
Sejak
awal kemerdekaan perkembangan arsitektur tradisional mengalami stagnasi, akibat
arus modernisasi yang menghanyutkan kesadaran budaya masyarakat. Dicanangkannya
Pariwisata Budaya di tahun 70-an memberikan andil besar bagi berkembangnya
arsitektur tradisional di berbagai daerah tujuan wisata. Konsep dasar
pariwisata budaya memang dimaksudkan untuk menyelamatkan segala bentuk
kebudayaan lama dari kepunahan, termasuk di dalamnya seni bangunan tradisional.
Kebangkitan
arsitektur tradisional mengingatkan akan jati diri dan identitas budaya
(cultural identity) yang terlupakan. Masyarakat diberbagai wilayah budaya
berusaha membangun/ memperbaiki rumah tradisional yang disesuaikan dengan tata
nilai kehidupan masa kini.
1.3
Langkah Pelestarian
Sejarah
kebudayaan Bali menunjukkan kemampuan adat dan agama Hindu Bali dalam
merencanakan nilai-nilai baru yang berakulturasi dengan tata nilai tradisi yang
dipertahankan. Kerjasama para pemangku adat, pemuka agama serta pemerintah
daerah tertentu sangat dibutuhkan dalam menetapkan konservasi.
Langkahnya,
pertama dilakukan pemugaran pura-pura utama diseluruh Bali. Selanjutnya
gedung-gedung pemerintahan dibangun dengan struktur modern dipadukan nuansa
arsitektur tradisional.Setelah itu dimulailah pemugaran desa-desa tradisional
serta pembinaan rumah-rumah tradisional, yang senantiasa berpedoman pada Tri
Hita Karana.
Pada
wilayah budaya di mana adat dan kepercayaan lama tetap hidup ditengah
masyarakat pendukungnya, dapat dipastikan arsitektur tradisional tidak akan
punah. Demikian halnya dengan arsitektur Toraja. Tana Toraja tidak akan
kehilangan tongkonannya, karena kuatnya pengaruh adat dan kepercayaan Alluk
Todolo. Rasa memiliki (sense of belonging) yang sangat dalam adalah kunci
ketahanan budaya masyarakat Toraja dari gerusan zaman.
Tetap
berdirinya tongkonan menjadi kebanggaan sekaligus pengakuan terhadap rumpun
keluarga pendirinya. Bagi orang Toraja kewajiban memelihara keutuhan tongkonan
sama dengan memelihara orang tua. Pada kantong-kantong kebudayaan yang sudah
sedemikian mantap dan utuh seperti Bali dan Toraja, upaya pelestarian dan
pengembangan arsitektur tradisional akan lebih mudah dijalankan.
Berbeda
dengan suku Minangkabau dan Bugis Makasar yang sangat dipengaruhi masuknya
agama Islam, sehingga dengan cepat merasuki kebudayaan asli serta menggeser
nilai-nilai tradisi dan kepercayaan lama. Aturan adat yang terbukti membentuk
kebudayaan yang mulai ditinggalkan. Rumah Gadang dan Balai Adat kehilangan
fungsinya sebagai tempat musyawarah kaum, sehingga system kemasyarakatan
menjadi pincang.
Kemudian
para pemuka adat dan agama bersepakat untuk mengembalikan budaya tersebut. Era
reformasi merupakan momentum terbaik untuk mengembalikan lembaga pemerintahan
adat yang selama 30 tahun bungkam. Otonomi daerah memudahkan para pemuka adat
memfungsikan lembaga Keaparatan Adat Nagari. Pemerintah daerah pun mewajibkan
setiap bangunan di jalan-jalan utama provinsi Sumatera Barat menampilkan citra
arsitektur Minangkabau.
1.4
Modernisasi
Perkembangan
zaman merupakan proses modernisasi yang harus diterima kehadirannya. Akan
tetapi modernisasi merupakan salah satu hal yang dapat menggugurkan tata nilai
tradisi budaya bangsa. Oleh karena itu, nilai-nilai hakiki yang harus
dipertahankan sedangkan nilai-nilai baru direncanakan dan diakrabkan dengan apa
yang telah membudaya di masyarakat. Dengan cara itu pembaharuan dapat tetap
berakar pada nilai-nilai luhur yang diwariskan oleh para arsitekturnya dan akan
meingkatkan ke arah penyempurnaan.
1.5
Arsitektur Indonesia
Lahirnya
arsitektur tradisional yang modern tidak dapat direncanakan. Namun, upaya ke
arah itu dapat dilakukan dengan memperhatikan kondisi sosial budaya setempat.
Membina kesadaran masyarakat di setiap wilayah budaya tidak akan sama caranya,
karena sangat bergantung pada adat istiadat dan kepercayaan yang
melatarbelakangi wujud arsitekturnya dan juga hendaknya diwariskan dari
generasi kegenerasi. Dalam proses pewarisan budaya, hakikat tradisi harus
dikaji menurut tata nilai tradisi, agar pengertian tradisi tidak sempit bagi
tata kehidupan yang lebih luas. Apabila kearifan tradisional disetiap wilayah
budaya dapat diwariskan dan diajarkan mendampingi pengetauan modern, hal ini
akan member corak keindonesiaan asli.
Kebudayaan
akan terus berkembang mengikuti perkembangan zamannya. Karenanya dalam tatana
nilai-nilai tradisi yang melatarbelakangi arsitektur tradisional terpendam
berbagai kebijaksanaan dan suri tauladan yang menjadi kunci bagi upaya
pengembangan arsitektur di Indonesia.
Arsitektur
tradisional yang otentik biarlah jadi bagian dari sejarah arsitektur Indonesia,
seperti halnya arsitektur candi dari era klasik Hindu-Budha. Yang dibutuhkan
saat ini adalah bentuk arsitektur tradisional yang modern, tetapi tetap mengacu
pada kearifan tradisi yang hakiki. Sekaligus berpedoman pada norma-norma
kehidupan serta adat istiadat masyarakat pendukungnya. Untuk itu sangat
dibutuhkan kecermatan cita rasa seni serta pemahaman budaya bangsa seutuhnya. Dengan
demikian arsitektur tradisional dari semua suku bangsa yang mampu tumbuh dan
berkembang serta tetap diterima oleh masyarakat pendukung kebudayaan tersebut –
itulah wajah arsitektur Indonesia.
Menurut
Prof. Ir. Eko Budihardjo, M.Sc. dalam buku ‘Arsitektur & Kota Di
Indonesia’. Masalah penggalian, pencarian dan pengungkapan Arsitektur Indonesia
yang cocok dan tepat guna untuk masyarakat Indonesia merupakan masalah klasik
yang tetap aktual untuk dibicarakan sampai kapan pun.
Berdasarkan
beragam pandangan dan pendapat arsitek ternama Indonesia, barangkali kita semua
(tidak hanya arsitek dan planolog) perlu ‘menggali kapak peperangan’ untuk
membenahi segala kekisruhan dan kesemrawutan dalam system kehidupan masyarakat
kita terlebih dahulu, agar kemudian dapat tercipta dengan sendiri arsitektur
dan kota yang memiliki kepribadian dan karakter yang spesifik. Andaikata kita
semua mulai menajamkan mata, telinga dan perasaan kita terhadap denyut nadi
masyarakat yang berdetak, dan kita jadikan semua itu sebagai pertimbangan
utamadalam setiap perumusan kebijakan, perencanaan dan program, harapan
tersebut tidak mustahil akan menjadi kenyataan.
2.2 Analisis
Melihat budaya nusantara yang
beragam terutama pada arsitektur tradisionalnya sangat disayangkan jika semua
itu perlahan menghilang, oleh karena itu sangatlah penting perhatian kita
terhadap perkembangan arsitektur tradisional pada setiap perkembangan zaman.
Dan yang dibutuhkan tidak hanya sekedar perhatian saja, melainkan aksi atau
tindakan langsung yang dapat menonjolkan kembali arsitektur tradisional itu
sendiri.
Pada era sekarang marak sekali
dibicarakan aksi go green begitu juga yang telah terjadi di dunia
arsitektur yang kemudian memunculkan istilah arsitektur hijau dimana mereka
menonjolkan pemanfaatan material bangunan yang se-efektif mungkin dan berusaha
menggunakan kembali bahan-bahan bangunan lama yang masih layak pakai.
Akan tetapi, Indonesia sesungguhnya
telah memperhitungkan masalah kebaikan bagi alam dalam pembangunan sejak zaman
dahulu. Jika kita melihat bangunan tradisional Nusantara, itu sangat ramah
lingkungan dan bisa dimasukkan kedalam bagian dari arsitektur hijau itu
sendiri. Oleh karena itu, perlunya pelestarian kembali bangunan tradisional
yang lebih mencitrakan Indonesia sendiri serta dapat disesuaikan dengan
perkembangan zaman.
Pelestarian arsitektur tradisional
ini tidak hanya menghidupkan budaya Indonesia saja akan tetapi juga dapat
menjadi pariwisata budaya yang dapat membangkitkan arsitektur tradisional dan
mengembalikan jati diri serta identitas bangsa yang terlupakan.
Pada proses modernisasi arsitektur
tradisional ini tidaklah menjadi suatu hambatan, karena didalamnya terdapat
nilai-nilai luhur yang diwariskan dan dapat dipertahankan sedangkan nilai-nilai
baru dapat dicerna dan diakrabkan kedalamnya. Hal inilah yang menjadi wajar
arsitektur Indonesia yang modern dengan arsitektur tradisionalnya sendiri, dan
itu akan tetap terjaga jika kita tidak pernah melupakan arsitektur tradisional
kita sendiri dan tidak juga meninggalkan perkembangan-perkembangan zaman.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Indonesia sudah memiliki semua yang
dibutuhkan oleh bangsanya, hanya saja bangsanya sendiri yang kurang memahami
Indonesia. Kekayaan Indonesia khususnya disunia arsitektur sangatlah beragam
dan itu semua mencitrakan ke elokkan negeri ini serta memberi kenyamanan bagi
bangsanya. Oleh karena itu, pengaplikasian arsitektur tradisional pada
arsitektur modern dirasa sangat penting dan itu semua tidak akan membuat kita
tidak mengikuti perkembangan zaman, akan tetapi menjadikan perkembangan zaman
sebagai wadah pengembangan arsitektur tradisional. Hal inilah yang akan menjadi
wajah arsitektur Indonesia sendiri.
sumber:
Soeroto, Myrtha. 2002. Dari Arsitektur Tradisional Menuju Arsitektur Indonesia.
Jakarta:
Ghalia Indonesia.
Budhihardjo, Eko. 2004. Arsitektur & Kota Di Indonesia. Bandung: P.T. Alumni.